Setiap generasi tentunya memiliki karakteristik yang melekat, dengan berbagai kelebihan dan kekurangan. Hal ini berlaku untuk seluruh generasi, tak terkecuali Generasi Z atau yang sering disingkat Gen Z. Dengan adanya perbedaan karakter inilah yang membuat banyak perusahaan dituntut untuk memiliki cara tersendiri dalam menghadapi Gen Z.
Apalagi banyak stereotip yang muncul dan mengatakan bahwa Gen Z menjadi generasi yang dikenal terlalu banyak menuntut, mengutamakan haknya, dan menomor satukan work-life balance. Mereka pun dianggap sebagai generasi sensitif dengan loyalitas nol, lho! Menariknya lagi para Gen Z diberikan label sebagai generasi yang terobsesi pada TikTok.
Dengan begitu banyak stereotip-stereotip yang terdengar di telinga perusahaan-perusahaan ini pada akhirnya memunculkan rasa khawatir bagi perusahaan untuk menerima karyawan yang ada dalam Gen Z. Padahal, tidak menutup kemungkinan stereotip itu juga bisa terjadi di generasi lainnya, seperti baby boomers, generasi X,Y,Z hingga alpha.
Sebenarnya, semua itu tergantung dan kembali lagi pada karakter masing-masing. Yang perlu dipersiapkan oleh HR dan perusahaan hanyalah cara dan strategi yang tepat, untuk bersiap dalam mengembangkan kemampuan karyawan demi tersalurkannya hasil kerja yang maksimal. Maka dari itu, ikuti penjelasan dalam artikel berikut untuk mendapatkan arahan bagaimana HR seharusnya menghadapi karyawan Gen Z.
Daftar Isi
ToggleBagaimana HR Bertindak Menghadapi Generasi Z?
Fakta bahwa Gen Z sudah mulai aktif memainkan perannya dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam hal pekerjaan tidak dapat dibantah. Namun, untuk menghindari terjadinya stereotip yang ada, HR perlu memperhatikan beberapa hal ketika menghadapi karyawan generasi ini:
Pahami karakter dari Gen Z
Pemahaman karakter Gen Z menjadi hal penting bagi HR karena generasi ini membawa nilai, harapan dan cara berinteraksi yang cukup unik dalam lingkungan kerja yang modern. Ketika HR sudah paham akan karakteristik Gen Z, HR secara otomatis dapat mengadaptasi strategi rekrutmen, retensi dan pengembangan karyawan yang lebih efektif dan relevan.
Dengan begitu dahsyatnya stereotip negatif yang mengatakan bahwa Gen Z menjadi generasi yang banyak menuntut, bukan pekerja keras dan tidak loyal, mereka juga memiliki kelebihan yang tidak terabaikan. Mereka pun juga generasi kritis, menjadi kelompok yang memahami berbagai isu terbaru dan terdepan dalam mengikuti perkembangan teknologi. Dengan mengetahui karakteristik tersebut, perusahaan dapat menyesuaikan pola pikir dan kebijakan perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung perkembang karir, kreativitas, dan produktivitas Gen Z. Maka terciptalah keterlibatan dan kepuasan karyawan secara keseluruhan yang pada akhirnya menjadi strategi penting dalam menjaga daya saing dan keberlanjutan perusahaan di era modern ini.
Ciptakan lingkungan kerja yang inklusif
Sebagai generasi yang menghargai nilai sosial dan keberagaman, HR perlu menerapkan strategi untuk menciptakan lingkungan kerja yang heterogen dan budaya kerja inklusif tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, rasa, maupun golongan. Bagi Gen Z, mereka akan sangat senang ketika ada perusahaan yang menerapkan budaya saling mendukung tanpa ada diskriminasi, apalagi memberi kesempatan yang sama bagi karyawan untuk bertumbuh dan berkembang, akan sangat menarik perhatian Gen Z.
Mengedepankan komunikasi terbuka dan transparan
Gen Z mengedepankan kejujuran, aksesibilitas informasi dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Dengan menyediakan komunikasi yang jelas dan langsung, HR tidak hanya membangun kepercayaan yang kuat tetapi juga memungkinkan karyawan Gen Z untuk merasa dihargai dan didengar. Hal ini tidak hanya meningkatkan keterlibatan mereka dalam perusahaan, tetapi juga memperkuat ikatan mereka dengan nilai-nilai dan tujuan organisasi secara keseluruhan. Dengan demikian, komunikasi terbuka tidak hanya menjadi alat untuk menyampaikan informasi, tetapi juga sebagai fondasi untuk menciptakan budaya kerja yang inklusif dan progresif yang sesuai dengan harapan generasi masa kini.
Cegah burnout karyawan
Gen Z peduli dengan mental health dan rela meninggalkan pekerjaan karena lingkungan kerja yang tidak sehat secara psikis. Inilah kenapa HR dan perusahaan perlu bekerja sama untuk menetapkan strategi dalam mencegah risiko burnout pada karyawan.
Anda bisa menerapkan berbagai cara untuk tetap mempertahankan kesegaran pikiran karyawan, misalnya menjadwalkan outing berkala, terapkan jam kerja yang fleksibel, atau sekedar menyediakan mesin kopi gratis di kantor. Bahkan jika memungkinkan, Anda bisa memberikan cuti lebih lagi untuk karyawan berkesempatan berlibur. Tidak menutup kemungkinan Anda juga sesekali memberi karyawan Gen Z untuk akses melakukan konseling psikolog.
Personalisasi pelatihan dan pengembangan karir
Gen Z selalu haus untuk belajar dan mengembangkan dirinya. Untuk mendukung apa yang menjadi keinginannya, HR bisa memberikan pelatihan sesuai dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh masing-masing individu dalam pekerjaan. Anda juga bisa merancang program pengembangan karir yang transparan, dengan sistem promosi jabatan yang terbuka dan memberikan kesempatan bagi siapa saja berdasarkan kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan untuk mendukung peran atau jabatan tersebut.
Cara HR Menghadapi Karyawan Generasi Z Berdasarkan Stereotip
Gen Z yang selalu menuntut melakukan pekerjaan dengan cara mereka sendiri
Gen Z melihat dirinya berpotensi besar untuk menjadi pihak yang mampu memberikan perubahan bukan hanya di tempat kerja tetapi juga dalak masyarakat. Namun, terkadang apa yang menjadi pemikirannya justru menimbulkan kritik bahwa mereka bekerja sesuka hati dan caranya sendiri, sehingga atasan menjadi tidak nyaman.
Untuk itu, Anda bisa mengajak mereka berdiskusi untuk mengenali audiens mereka. Berikan fakta bahwa untuk mempengaruhi audiens, mereka perlu berbicara dan berpenampilan sesuai dengan audiens. Karena ketika Anda berbicara dengan CEO pastinya akan berbeda dengan Anda yang berbincang-bincang kepada teman.
Gen Z tidak loyal pada pekerjaan
Meskipun banyak yang mengatakan bahwa gen Z suka berpindah tempat kerja, sebagai perusahaan atau HR sebaiknya tidak panik dan khawatir. Justru dengan mengetahui hal ini, Anda bisa mempersiapkan dengan baik cara membuat mereka terikat selama bekerja di perusahaan sampai akhirnya mereka yang takut untuk resign.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengutamakan kerja tim dan tujuan, mengingat Gen Z suka berkolaborasi dan bekerja dengan tim. Mereka senang ketika pekerjaan mereka dikatakan membawa dampak bagi perusahaan. Dengan cara seperti ini, Anda mengikat mereka para gen Z dan membuat mereka menjadi karyawan yang loyal pada pekerjaan.
Gen Z adalah generasi sensitif
Gen Z lebih mengutamakan perasaan ketika dihadapkan dengan pekerjaan dan kehidupan. Tapi, mereka pun terus memastikan apakah orang yang ada di lingkungannya merasa nyaman, aman dan dihormati di tempat kerja.
Jadi, para atasan, sangat penting untuk Anda bisa selaras dengan sifat gen Z yang satu ini. Caranya dengan menyebarkan energi positif dengan berfokus pada memahami dan mengakomodasi sensitivitas mereka terhadap isu-isu seperti keseimbangan kerja-hidup, kesehatan mental, dan keberagaman. Dengan pendekatan yang empatik dan proaktif ini, HR dapat membangun hubungan yang kuat dan produktif dengan Gen Z, menciptakan lingkungan kerja yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan mereka dalam jangka panjang.
Dalam menghadapi karyawan Gen Z, HRD perlu mengadopsi pendekatan yang sedikit berbeda dari generasi sebelumnya. Sebab Gen Z memiliki karakteristik yang cukup unik, maka strategi untuk mampu melawan dan mempertahankan mereka pun harus disesuaikan dengan kebutuhan para Gen Z. Ketika berhasil, HRD tidak hanya dapat meningkatkan keterlibatan dan kinerja mereka, tetapi juga membangun fondasi untuk budaya kerja yang inklusif dan berkelanjutan di masa depan.
Reference: