Waktu Pengganti akibat keterlambatan kehadiran
Dalam dunia kerja dikenal dengan isitilah flexytime atau flexible time. Dimana karyawan dapat memilih jam kerja secara dinamis setiap harinya. Namun tetap menyesuaikan untuk selalu dapat melakukan interaksi komunikasi dengan rekan kerja lainnya. Misalnya rapat, briefing dan sebagainya.
Namun kita tidak membicarakan flexytime sekarang, namun tentang kompensasi waktu. Dalam jam kerja fixed time tentu baik jadwal kerja perhari, waktu istirahat, perhitungan lembur dan keterlambatan telah diatur semuanya. Secara riil-nya ada beberapa kebijakan dalam perusahaan yang lebih fleksibel seperti kompensasi waktu keterlambatan pada tipe jadwal kerja fixed time.
Sebuah tantangan untuk sistem kehadiran, untuk dapat menghitung secara otomatis, sehingga bagian HR tidak perlu menghitung secara manual kelebihan waktu kerja (overtime) sebagai kompensasi waktu dan memisahkannya dengan waktu overtime sisanya.
Misalnya sebuah set jam kerja adalah masuk pukul 07:00 dan keluar 16:00, isitrahat pukul 12:00-13:00. Jadi total jam kerja dalam pada hari itu adalah 9 jam – 1 jam (istirahat) = 8 jam dan dengan perhitungan overtime dimulai setelah jam keluar.
Anggaplah Adi dalam jam kerja tersebut masuk pada pukul 09:00 dan keluar pada pukul 18:00, lembar waktu Adi integrasi jadwal kerja pada hari tersebut tanpa metode kompensasi adalah 7 jam – 1 jam (isitrahat) = 6 jam kerja, overtime 2 jam dan terlambat 2 jam.
Dengan sistem menerapkan metode kompensasi maka menjadi, jam kerja = 7 jam – 1 jam (istirahat) = 6 jam + 2 jam overtime = 8 jam, dan overtime 0 jam. Maka dengan metode ini diharapkan setiap karyawan dapat mengganti jam kerja kekurangannya dengan memanjangkan waktu kerja kebelakang.
Memang apabila digabungkan dengan tema efektivitas kerja, efisiensi, psikologis dsb, mungkin bukanlah sebuah solusi yang efektif. Namun hal ini riil terjadi dilapangan. Banyak organisasi yang menerapkan metode ini, untuk tetap menjaga dalam 1 minggu karyawan bekerja sesuai yaitu 40 jam kerja.
Mungkin akan ada anggapan, kenapa tidak sekalian menggunakan model flexytime dengan variable working hours? Sepertinya sebuah kebijakan memang diambil karena dipengaruhi oleh banyak faktor, dan kompensasi waktu dianggap sebagai jalan keluar terbaik.
Tantangan ini juga coba dijawab oleh SmartPresence. Penerapan kompensasi waktu dapat diset per karyawan untuk dimasukkan dengan metode perhitungan kompensasi waktu, jadi dapat diterapkan tidak secara global. Sehingga perhitungan lembar waktu karyawan yang diset mengikuti metode tersebut